Sewaktu saya jalan-jalan ke blog orang lain sambil baca-baca artikel saya menemukan sebuah kisah menarik yang saya ambil dari blog bernama ESTETIKA UNTUK SEMUA selamat menikmati kisahnya:
Seharusnya semua orang tahu
bahwa Allah SWT adalah Maha Mendengar. Tidak ada satu suara pun yang
luput, bahkan suara dan bisikan hati kecil sekali pun. Suara yang masih
tertambat erat di bibir, maupun yang tersembunyi dalam di dasar hati.
Semuanya Allah tahu. Tanpa terkecuali.
Terdapat sebuah kisah tentang
seorang anak gembala. Setiap hari sembari menggembalakan ternaknya, dia
melagukan ungkapan hatinya kepada Allah SWT. Dia ‘berbicara’ kepada
Pencipta Alam Semesta. Dia bergumam, menyerukan isi hatinya.
“Di manakah Engkau, supaya aku
dapat menjahit baju-Mu, memperbaiki kasur-Mu, dan mempersiapkan
ranjang-Mu? Di manakah Engkau, supaya aku dapat menyisir rambut-Mu dan
mencium kaki-Mu? Di manakah Engkau, supaya aku dapat mengilapkan
sepatu-Mu dan membawakan air susu untuk minuman-Mu?”
Ketika bergumam demikian, Nabi Musa kebetulan lewat dan bertanya dengan siapa seorang gembala tersebut berbicara.
Sang Gembala pun menjawab,
“Dengan Dia yang telah menciptakan kita. Dengan Dia yang menjadi Tuhan
yang menguasai siang dan malam, Bumi dan langit.”
Mendengar jawaban tersebut, Nabi
Musa marah, “Betapa beraninya kamu bicara kepada Tuhan seperti itu! Apa
yang kamu ucapkan adalah kekafiran. Kamu harus menyumbat mulutmu dengan
kapas supaya kamu dapat mengendalikan lidahmu. Atau paling tidak, orang
yang mendengarmu tidak menjadi marah dan tersinggung dengan kata-katamu
yang telah meracuni seluruh angkasa ini. Kau harus berhenti bicara
seperti itu sekarang juga karena nanti Tuhan akan menghukum seluruh
penduduk bumi ini akibat dosa-dosamu!”
Gembala tersebut sangat
ketakutan, terlebih ketika akhirnya mengetahui bahwa yang tengah
berbicara dengannya adalah seorang Nabi.
Dengan air mata yang mengalir
membasahi pipinya, ia mendengarkan Nabi Musa yang terus berkata, “Apakah
Tuhan adalah seorang manusia biasa sehingga Ia harus memakai sepatu dan
alas kaki? Apakah Tuhan seorang anak kecil yang memerlukan susu supaya
Ia tumbuh besar? Tentu saja tidak. Tuhan Maha sempurna di dalam
diri-Nya. Tuhan tidak memerlukan siapa pun. Dengan berbicara kepada
Tuhan seperti yang telah engkau lakukan, engkau bukan saja telah
merendahkan dirimu, tetapi kau juga merendahkan seluruh ciptaan Tuhan.
Kau tidak lain dari seorang penghujat agama. Ayo, pergi dan minta maaf,
kalau kau masih memiliki otak yang sehat!”
Singkatnya, kemudian si gembala
tersebut pun pergi, sementara Nabi Musa juga melanjutkan perjalanannya
menuju kota terdekat. Namun, tiba-tiba, Allah Yang Mahakuasa menegurnya.
“Mengapa engkau berdiri di
antara Kami dengan kekasih Kami yang setia? Mengapa engkau pisahkan
pecinta dari yang dicintai-nya? Kami telah mengutus engkau supaya engkau
dapat menggabungkan kekasih dengan kekasihnya, bukan memisahkan ikatan
di antaranya.”
Tuhan berfirman, “Kami tidak
menciptakan dunia supaya Kami memperoleh keuntungan darinya. Seluruh
makhluk diciptakan untuk kepentingan makhluk itu sendiri. Kami tidak
memerlukan pujian atau sanjungan. Kami tidak memerlukan ibadah atau
pengabdian. Orang-orang yang beribadah itulah yang mengambil keuntungan
dari ibadah yang mereka lakukan. Ingatlah, bahwa di dalam cinta,
kata-kata hanyalah bungkus luar yang tidak memiliki makna apa-apa. Kami
tidak memperhatikan keindahan kata-kata atau komposisi kalimat. Yang
Kami perhatikan adalah lubuk hati yang paling dalam dari orang itu.
Dengan cara itulah Kami mengetahui ketulusan makhluk Kami walaupun
kata-kata mereka bukan kata-kata yang indah. Buat mereka yang dibakar
dengan api cinta, kata-kata tidak mempunyai makna.”
Suara dari langit selanjutnya
berkata, “Mereka yang terikat dengan basa-basi bukanlah mereka yang
terikat dengan cinta dan umat yang beragama bukanlah umat yang mengikuti
cinta karena cinta tidak mempunyai agama selain kekasihnya sendiri.”
Tuhan kemudian mengajarinya rahasia cinta.
Setelah itu pun, Nabi Musa pergi
mencari gembala itu. Susah payah mencarinya, akhirnya mereka pun dapat
bertemu kembali atas kehendak Allah. Kemudian Nabi Musa pun berkata pada
gembala tersebut.
“Aku punya pesan penting
untukmu. Tuhan telah berfirman kepadaku bahwa tidak diperlukan kata-kata
yang indah bila kita ingin berbicara kepada-Nya. Kamu bebas berbicara
kepada-Nya dengan cara apa pun yang kamu sukai, dengan kata-kata apa pun
yang kamu pilih. Apa yang aku duga sebagai kekafiranmu ternyata adalah
ungkapan dari keimanan dan kecintaan yang menyelamatkan dunia.”
***
Pelajaran yang kupetik :
- Sambil melakukan apapun (menggembala sekalipun), kita dapat terus mengingat dan bersyukur kepada Allah.
- Tidak seharusnya ‘mengkafirkan’ seseorang atau mengatai orang dengan sebutan kafir.
- Allah tidak sama dengan apa dan siapapun. Allah Maha Sempurna dan tidak membutuhkan suatu apapun.
- Pentingnya menyegerakan taubat dan meminta maaf.
- Kita dapat berbicara dengan Allah dengan cara apapun dan dengan kata-kata apapun yang kita pilih.
***
Ya,
kita bebas berbicara dengan Allah dengan kata-kata apapun yang kita mau
(asalkan tetap merendahkan diri, lembut, dan baik). Allah Maha
Mendengar dan tidak melihat dari seberapa bagusnya kata-kata yang kita
susun dan ucapkan. Allah ‘mendengarnya’ melalui hati kita. Bagaimana
hati berbicara kepada-Nya, lebih menunjukkan seberapa besar ketulusan
dan rasa cintanya pada Allah.
Mungkin kita sering melihat atau
mendengar pertanyaan, misalnya seperti, “Bagaimana doa khusus supaya
kita kaya?” atau “Ada nggak bacaan doa khusus biar lulus ujian?”
Bagaimana dengan hal itu?
Seharusnya kita tahu bahwa tidak
ada doa-doa khusus semacam itu. Maksudnya adalah segala keinginan yang
kita inginkan, kita dapat mengatakan dan mengutarakannya kepada Allah
dengan kata-kata kita sendiri. Kita tidak perlu susah payah merangkai
kata sedemikian rupa atau mencari tahu bahasa Arabnya. Allah sudah
mengerti dari dalam hati kita apa yang dimaksud dari doa yang kita
panjatkan. Allah juga memahami segala bentuk bahasa yang kita utarakan.
Allah tidak hanya mengerti bahasa Arab saja, Allah mengerti semua jenis
bahasa, termasuk bahasa kalbu sekalipun.
Kita dapat berbicara dengan
Allah di mana dan kapan saja. Yakinlah bahwa Allah pasti melihat dan
mendengarnya. Akan tetapi, ada beberapa waktu atau saat yang tepat untuk
‘berbicara’ kepada Allah.
Ketika shalat malam atau
tahajud, adalah salah satu waktu yang tepat untuk ‘berbicara’ dengan
Allah. Saat itu, insya Allah semua pinta diijabah, semua dosa diampuni,
atau setidaknya diganti dengan sesuatu yang lebih baik. Saat seperti itu
tengah sepi. Tidak akan ada yang mengganggu. Kita bebas meminta dan
mengutarakan apa saja kepada Allah.
Sebab itulah, ketika saya pernah
melihat seseorang bertanya pada ustad-nya mengenai doa khusus supaya
bisa lulus ujian, maka dijawablah bahwa tidak ada doa khusus seperti
itu. Yang bersangkutan hanya diminta untuk lebih rajin shalat malam dan
berdoa dengan bahasa dan kata-kata kita sendiri. Dan tentu saja, dengan
diikuti ikhtiar yang sungguh-sungguh, belajar dengan sebaik-baiknya.
Wallahu a’lam.
Semoga bermanfaat. Mari ‘berbicara’ dengan Allah!
0 komentar:
Posting Komentar